HATI YANG MAU DITEGOR , Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat lepas dari kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Sebagai manusia yang tidak sempurna, kita memerlukan bimbingan dan arahan untuk terus memperbaiki diri. Di sinilah tegoran dan nasihat dari sesama pengikut Kristus memainkan peran penting. Tegoran dan nasihat bukanlah bentuk hukuman atau penghakiman, tetapi cara untuk membangun dan memperkuat iman kita.
Renungan Sabtu, 25 Mei 2024
Baca: Galatia 4:12-20
Ketika ada saudara seiman yang menegur atau menasihati kita, tujuannya adalah untuk kebaikan kita. Mereka melakukannya dengan kasih, berharap kita dapat melihat kesalahan kita dan memperbaikinya. Tegoran yang diterima dengan lapang dada dapat menjadi sarana untuk introspeksi diri dan pertumbuhan rohani yang lebih baik. Proses ini membantu kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan berhikmat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dalam Alkitab, kita menemukan banyak contoh tentang pentingnya menerima tegoran dan nasihat. Salah satu ayat yang relevan adalah Galatia 4:16, yang berbunyi, “Apakah dengan mengatakan kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?” Ayat ini menegaskan bahwa menyampaikan kebenaran bukanlah tindakan permusuhan. Sebaliknya, itu adalah wujud kasih dan kepedulian yang tulus dari sesama pengikut Kristus. Mereka ingin melihat kita tumbuh dan berkembang dalam iman.
Menerima tegoran dengan hati yang terbuka menunjukkan kerendahan hati dan kesiapan untuk belajar. Hal ini juga mencerminkan sikap yang mau ditegur, yang merupakan karakter yang sangat dihargai dalam ajaran Kristiani. Dengan demikian, kita dapat terus berjalan di jalan yang benar, menghindari dosa, dan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengabaikan tegoran dan nasihat hanya akan membuat kita tetap dalam kesalahan dan menghambat pertumbuhan rohani kita.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk selalu bersedia menerima tegoran dan nasihat dari sesama pengikut Kristus. Dengan hati yang mau ditegor, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Tuhan.
Perbedaan Antara Menegor dan Menghakimi
Menegor dan menghakimi adalah dua tindakan yang sering kali disalahartikan sebagai hal yang sama, padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar. Menegor dilakukan dengan tujuan membangun dan memperbaiki, sementara menghakimi biasanya disertai dengan penghukuman dan kesan negatif. Menegor adalah tindakan yang berasal dari kasih dan kepedulian. Dalam konteks ini, ketika seseorang menegor, niat utamanya adalah untuk membantu orang lain melihat kesalahan mereka dan memperbaiki diri. Menegor dapat memperkuat hubungan dan meningkatkan saling pengertian apabila dilakukan dengan cara yang benar.
Sebaliknya, menghakimi sering kali dilakukan dengan sikap superior dan cenderung merusak hubungan. Dalam menghakimi, ada kecenderungan untuk menempatkan diri sebagai pihak yang lebih benar dan menilai orang lain dengan standar yang keras. Menghakimi tidak mendatangkan kebaikan karena lebih menekankan pada penghukuman daripada perbaikan. Alkitab, melalui Lukas 6:37, dengan jelas mengingatkan kita agar tidak menghakimi, “Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi; janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah, dan kamu akan diampuni.” Ayat ini menekankan pentingnya sikap rendah hati dan pengampunan dalam hubungan antar manusia.
Penting untuk diingat bahwa menegor harus dilakukan dengan pendekatan yang lembut dan penuh kasih. Nasihat yang diberikan dengan niat baik dan cara yang tepat akan lebih mudah diterima dan membawa perubahan positif. Sebaliknya, menghakimi hanya akan menimbulkan rasa sakit hati dan perpecahan. Oleh karena itu, mari kita belajar untuk menegor dengan kasih dan menghindari sikap menghakimi, sehingga kita dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dan saling mendukung.
Tujuan Tegoran dan Nasihat dalam Alkitab
Dalam Alkitab, menegor dan memberikan nasihat kepada saudara seiman memiliki beberapa tujuan penting yang dirinci dalam berbagai kitab. Pertama, kita diingatkan dalam 1 Tesalonika 5:11 untuk “saling membangun” iman dan rohani. Tegoran dan nasihat yang diberikan dengan penuh kasih dapat memperkuat iman seseorang dan membantu mereka tumbuh dalam kedewasaan rohani. Ini adalah proses yang saling menguntungkan, di mana setiap anggota jemaat berkontribusi pada pertumbuhan rohani bersama.
Kedua, menjaga kekudusan diri adalah tujuan lainnya yang disebutkan dalam Roma 12:1. Di sini, kita diajak untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai “korban yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.” Dalam konteks ini, tegoran yang dilakukan dengan cara yang benar dapat membantu saudara seiman tetap berjalan dalam jalan kekudusan, menjauhkan diri dari dosa, dan hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Sebagai tambahan, menegor dan memberikan nasihat juga penting untuk menghindari ajaran yang menyimpang dari Kristus. Roma 16:17 memperingatkan kita untuk “waspada terhadap mereka yang menyebabkan perpecahan dan menimbulkan godaan yang bertentangan dengan ajaran yang telah kalian terima.” Demikian juga, 1 Timotius 1:3 menekankan pentingnya mempertahankan kemurnian ajaran Kristus dan menghindari pengajaran yang menyimpang. Dengan demikian, tegoran yang tepat waktu dapat menjaga jemaat dari ajaran-ajaran yang menyesatkan.
Terakhir, tujuan tegoran dan nasihat dalam Alkitab adalah untuk mendatangkan damai sejahtera dan mengurangi permusuhan. Dalam situasi di mana konflik atau kesalahpahaman terjadi, nasihat yang bijaksana dan teguran yang disampaikan dengan kasih dapat membantu mengembalikan keharmonisan dan memperkuat ikatan persaudaraan. Ini tidak hanya mengurangi potensi perpecahan tapi juga memupuk lingkungan yang damai dan penuh kasih di antara saudara seiman.
Menghadapi Tegoran dengan Hati yang Terbuka (HATI YANG MAU DITEGOR)
Menerima tegoran dengan hati yang terbuka adalah langkah penting dalam perjalanan rohani kita. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menghadapi kritik atau nasihat yang mungkin tidak selalu mudah diterima. Namun, sikap rendah hati sangat diperlukan untuk dapat menerima tegoran dengan baik. Rendah hati bukan berarti kita merendahkan diri sendiri, tetapi lebih kepada kesediaan untuk mendengar dan belajar dari orang lain. Ini menunjukkan kita memiliki keinginan untuk terus bertumbuh dalam iman dan memperbaiki diri.
Pentingnya sikap rendah hati dalam menerima tegoran tidak bisa diabaikan. Dengan rendah hati, kita dapat mengakui kesalahan dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan. Sikap ini juga mencerminkan kedewasaan kita dalam menghadapi kehidupan. Orang yang rendah hati akan lebih mudah menerima masukan dan kritik konstruktif, yang pada akhirnya akan membantu kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Hati yang mau ditegor merupakan sikap kita Belajar dari tegoran adalah bagian integral dari proses ini. Ketika kita menerima tegoran, kita harus melihatnya sebagai kesempatan untuk introspeksi dan perbaikan diri. Alih-alih merasa tersinggung atau marah, kita bisa bertanya pada diri sendiri apa yang bisa dipelajari dari situasi tersebut. Dengan demikian, tegoran bukan lagi menjadi sesuatu yang negatif, tetapi menjadi alat untuk pertumbuhan spiritual dan pribadi.
Melihat tegoran sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri juga dapat mendekatkan kita kepada Allah. Dalam banyak ajaran agama, tegoran sering kali dianggap sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian. Ketika kita menerima tegoran dengan hati yang terbuka, kita menunjukkan bahwa kita bersedia untuk berubah dan menjadi lebih baik. Ini adalah bentuk penghormatan kepada Allah yang menginginkan kita untuk terus bertumbuh dan berkembang dalam iman.
Oleh karena itu, menghadapi tegoran dengan hati yang terbuka bukan hanya sekedar menerima kritik, tetapi juga sebagai langkah penting dalam menyempurnakan diri dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan sikap rendah hati dan keinginan untuk terus belajar, kita dapat melihat tegoran sebagai peluang berharga untuk pertumbuhan rohani dan personal yang lebih dalam.
May 2024 |F.K.S|